Selasa, 23 Oktober 2012

LP DEVISIT PERAWATAN DIRI



LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A.    Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri 
( Depkes 2000)
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya 
( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
B.     Proses terjadinya masalah
1.      Faktor Predisposisi
a.   Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b.   Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c.   Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d.   Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2.      Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri..
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
1.   Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2.   Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3.   Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4.   Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5.   Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6.   Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7.   Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

3.      Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi


4.. Rentang Respons Defisit Perawatan Diri
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.

C.    Pohon Masalah
Penurunan kemampuan
dan motivasi merawat diri


Isolasi sosial


 

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

D.   Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul  yaitu:
1.
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.









E. Rencana Tindakan Keperawatan

Defisit
Perawatan
Diri
Pasien

SP I p
  1. Membina hubungan saling percaya
  2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
  3. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
  4. Membantu pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
  5. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP II p
  1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
  2. Menjelaskan cara makan yang baik
  3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
  4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP III p
  1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
  2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
  3. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam jadwal
  4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IV p
  1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
  2. Menjelaskan cara berdandan
  3. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan
  4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga

SP I k
  1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
  2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan perawatan diri yang dialami pasien
  3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP II k
  1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
  2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri

SP III k
  1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat [discharge planning]
  2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Senin, 15 Oktober 2012

PLASENTA PREVIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan Trimester ketiga pada umumnya merupakan perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok dan kematian. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Plasenta previa selain menimbulkan penyulit pada ibu, dapat juga menimbulkan penyulit pada janin, yaitu asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Oleh sebab itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ketahap yang lebih lanjut.
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian tersebut disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di Negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di Negara-negara berkemang merupakan yang tertinggi (450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup) jika di bandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara persemakmuran. Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi d ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di Negara maju. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi baru lahir (AKBBL) di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan (Winkjosastro, 2005).

Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi kejadian paritas makin besar yang mana disebabkan oleh endometrium yang belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat obstetri. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan plasenta previa adalah perdarahan dan mengakibatkan syok, anemia karena perdarahan, plasentitis, prematuritas janin dan asfiksia berat, peningkatan mortalitas janin, perdarahan pascapartum karena perdarahan pada tempat pelekatan plasenta. Pada tempat tersebut, kontraksi serat otot uterus kurang efektif, sindrom Sheehan dan defek pembekuan dapat terjadi, namun lebih sering terjadi pada abrupsio plasenta. Untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar meliputi promotif, preventif, dan rehabilitatif yang dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan antara lain pendidikan kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan klien, mencegah terjadinya plasenta previa berulang dan memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi, memberikan diit sesuai dengan kebutuhan tubuh cukup kalori, protein serta memberikan obat-obatan untuk mengobati penyakit dasar dan dalam perawatan diri pasien secara optimal, sehingga muncul pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien dengan plasenta previa.

B.    Tujuan penulisan
 Adapun tujuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
a.    Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatn pada ibu dengan plasenta previa.
b.    Tujuan khusus
Di harapkan mahasiswa/i mampu :
1.    Mampu memahami apa itu plasenta previa
2.    Mampu memahami penyebab terjadinya plasenta previa
3.    Mampu memahami patofisiologi plasenta previa
4.    Mampu memahami tanda gejala plasenta previa
5.    Mampu memahami komplikasi plasenta previa
6.    Mampu memahami penatalaksanaan plasenta previa
C.    Ruang lingkup
Dalam hal ini penulis membatasi lingkup bahasan yang berfokus pada kasus asuhan keperawatan pada klien dengan plasenta previa.

D.    Metode penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriftif yaitu metode yang berorientasi saat ini, dengan mengambil satu kasus dan pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1.    Studi kepustakan yaitu : membaca dan mempelajari bahan ilmiah yang berhubungan dengan judul makalah yang di ambil dari bermacam-macam sumber (makalah,buku-buku, catatan kuliah)
2.    Browsing melalui internet untuk menambah data-data yang diperlukan.


E.    Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 5 bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan teoritis terdiri dari definisi, klasifikasi plasenta previa, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, komplikasi dan penatalaksanaan. Bab III : Asuhan keperawatan pada klien dengan plasenta previa yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV : Kesimpulan dan daftar pustaka.

BAB II

LANDASAN TEORI

1.    DEFINISI
Plasenta previa merupakan implementasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim (Cunningham, 2006)

Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Sedangkan pada keadaan normal letak plasenta ada di bagian atas uterus (Sarwono, 2006).

Plasenta previa adalah kondisi saat plasenta terimplantasi di bawah kutub uterus. Implantasi ini dapat berupa:
a.    Total atau komplit : plasenta menutupi seluruh ostium uteri serviks.
b.    Parsial : hanya sebagian ostium uteri yang tertutupi.
c.    Marginal : ujung plasenta berada pada tepi ostium uteri.
d.    Letak-rendah : ujung plasenta berada sangat dekat dengan tepi ostium uteri. (Barbara, 2005)


2.    ETIOLOGI
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa.
a.    Faktor-faktor yang mempengaruhi lokalisasi implantasi :
a)    Fertilisasi cepat atau lambat
b)    Variabilitas dalam implantasi berpotensi menyebabkan blastokista
c)    Daya penerimaan dan kecukupan endometrium
b.    Pada kehamilan kembar karena ukuran permukaan plasenta meningkat
c.    Kecenderungan untuk menghindari implantasi pada jaringan parut uterus, seperti seksio sesaria sebelumnya
d.    Peningkatan insidens sering dengan peningkatan paritas, plasenta sebelumnya; blastokista berupaya melekat ke area yang tidak pernah ada plasenta sebelumnya.
e.    Usia ibu lanjut (lebih dari 35 tahun pada 33% kasus)
f.    Insidens meningkat pada ibu diabetes, kemungkinan karena plasenta lebih besar dari ukuran biasanya.

3.    PATOFISIOLOGI
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
        Perdarahan antepartum akibat placenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek Karena lepasnya placenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari placenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada placenta letak normal
4.    GAMBARAN KLINIS
Tanda dan gejala pada plasenta previa di antaranya adalah :
1.    Perdarahan per vagina tanpa disertai nyeri
2.    Darah biasanya berwarna merah segar
3.    Awitan perdarahan yang tiba-tiba tanpa didahului tanda sebelumnya
4.    Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak
5.    Terjadi selama trisemester II
6.    Malpresentasi atau malposisi karena janin harus menyesuaikan diri akibat adanya plasenta

5.    KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi yang dapoat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut:
1.    Perdarahan dan mengakibatkan syok
2.    Anemia karena perdarahan
3.    Plasentitis
4.    Prematuritas janin dan asfiksia berat
5.    Peningkatan mortalitas janin
6.    Perdarahan pascapartum karena perdarahan pada tempat pelekatan plasenta. Pada tempat tersebut, kontraksi serat otot uterus kurang efektif.
7.    Sindrom Sheehan dan defek pembekuan dapat terjadi,namun lebih sering terjadi pada abrupsio plasenta

6.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    USG (Ultrasonographi)
Biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan conginetal, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan tehnik operasi yang akan dilakukan.
2.    Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
3.    Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4.    Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5.    Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6.    Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

7.    PENATALAKSANAAN
a.    Jangan melakukan pemeriksaan vagina, karena pembuluh darah plasenta dapat pecah dan mengakibatkan hemoragi massif.
b.    Diagnosis dapat di tegakkan dengan USG.
c.    Bila diagnosis di tegakkan pada awal kehamilan, plasenta dapat berpindah ke uterus seiring uterus yang membesar.
a)    Tindakan lanjut dengan USG serial sampai plasenta cukup jauh dari ostium uteri. Bila plasenta tetap tumbuh pada ostium uteri saat 32 minggu, rujuk ke dokter.
b)    Anjurkan pasien untuk melapor saat tanda pertama perdarahan vagina.
d.    Konsultasikan dengan dokter segera saat di diagnosa plasenta previa total, parsial, atau marginal setelah 20 minggu kehamilan.
e.    Periksa apakah pasien Rh(D) negative yang tidak tersensitisasi menerima injeksi RHOGAM setelah tiap episode perdarahan untuk mencegah sensitisasi dan kemungkinan percampuran darah janin D-positif dengan darah ibu.
a)    Dosis yang biasa adalah satu vial, yang cukup untuk transfuse sampai 15 mlm darah janin ke dalam sirkulasi ibu.
b)    Dosis harus lebih besar bila cairan mungkin di transfusikan lebih dari 15 ml.
c)    Uji Betke-Kleihauer dapat dilakukan untuk menentukan jumlah darah janin dalam sirkulasi ibu.
f.    Anjurkan untuk membatasi aktivitas atau tirah baring pada pasien yang di diagnosis plasenta previa parsial atau total.
a)    Oservasi pasien secara ketat sampai janin cukup bulan atau sampai terjadi episode perdarahan serius yang memerlukan perlahiran segera dilaksanakan
b)    Rencanakan pelahiran melalui seksio sesaria karena plasenta menutupi ostium uteri dan mencegah turunnya janin ke vagina.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dengan plasenta previa :
1.    Pengkajian
Beberapa hal yang harus dikaji dalam asuhan keperawatan pada penderita anemia adalah:
a.    Aktivitas dan istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum. Takikardia /takipnea; dyspnea pada bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
b.    Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
c.    Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
d.    Makanan /cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
e.    Hygine
 Kurang bertenaga
f.    Neurosensory
Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
g.    Nyeri / kenyamanan
Nyeri abdomen samar, sakit kepala
h.    Pernapasan
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Takipnea, ortopnea, dan dyspnea.

i.    Sensualitas
Perubahan aliran menstruasi, misal : menoragia atau amenore
Serviks dan dinding vagina pucat.

2.    Diagnosa keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat implantasi plasenta yang abnormal, risiko pemisahan dengan dilatasi serviks.
b.    Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemi.
c.    Risiko infeksi yang berhubungan dengan perdarahan, plasenta previa.
d.    Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai efek perdarahan dan manajemennya, kesehatan janin.

3.    Perencanaan/Intervensi
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat implantasi plasenta yang abnormal, risiko pemisahan dengan dilatasi serviks.
Tujuan : volume cairan dalam tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.
Intervensi :
Mandiri :
1.    Evaluasi, laporkan, serta  catat jumlah dan sifat kehilangan darah, lakukan perhitungan pembalut, kemudian timbang pembalut.
2.    Lakukan tirah baring. Instruksikan klien untuk menghindari valsalva manuver dan koitus.
3.    Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi – fowler.
4.    Catat tanda – tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa/ kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentral bila ada.
5.    Hindari pemeriksaan rectal atau vagina
6.    Pantau aktivitas uterus, status janin, dan adanya nyeri tekan pada abdomen.
7.    Pantau masukan/keluaran cairan.

Kolaborasi :
8.    Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan, sesuai indikasi.
9.    Dapatkan pemeriksaan darah cepat.

b.    Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemi
Tujuan         : menunjukan perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil     : Tanda- tanda vital stabil, Membran mukosa warna merah muda, Pengisian kapiler baik, Haluaran urine adekuat.
Intervensi :
Mandiri :
1.    Awasi tanda – tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit /membran mukosa, dasar kuku
2.    Catat tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
3.    Perhatikan status fisiologi ibu, status sirkulasi, dan volume darah.
4.    Auskultasikan dan laporkan DJJ. Catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin.
5.    Catat tinggi fundus ibu.
Kolaborasi
6.    Ganti kehilangan darah/cairan ibu
7.    Bantu dengan  ultrasonografi fan amniosentesis
8.    Siapkan ibu untuk intervensi bedah dengan tepat.

c.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perdarahan, plasenta previa.
Tujuan         :resiko tinggi infeksi tidak terjadi /teratasi.
Kriteria hasil     :
1.    Tidak ada tanda-tanda peradangan
2.    Tidak ada peningkatan suhu tubuh/ demam.
3.    Nilai leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
1.    Observasi tanda-tanda infeksi, peradangan dan perdarahan, seperti; demam, kemerahan.
2.    Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti; pemasangan infus, kateter folley dan sebagainya).
3.    Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa/ kulit dan suhu.
4.    Posisikan klien pada posisi semi-fowler.
5.    Bantu klien dalam melakukan vulva hygine.

d.    Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai efek perdarahan dan manajemennya, kesehatan janin.
Tujuan : cemas dapat berkurang
Kriteria hasil : pasangan dapat mengungkapkan harapannya dengan kata-kata tentang manajemen yang sudah direncanakan, sehingga dapat mengurangi kecemasan pasangan.
Intervensi :
1.    Diskusikan tentang situasi dan pemahaman tentang situasi iu dan pasangan.
2.    Pantau respon veral dan non verbal ibu dan pasangan.
3.    Dengarkan masalah ibu dengan seksama.
4.    Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis serta beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan.
5.    Libatkan ibu dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin.
6.    Jelaskan prosedur dan arti gejala.

BAB IV

KESIMPULAN

Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang, sekitar 25-50% kematian tersebut disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di Negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di Negara-negara berkemang merupakan yang tertinggi (450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup) jika di bandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara persemakmuran. kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi d ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di Negara maju. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi baru lahir (AKBBL) di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500-20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26-27 menit sekali. Dimana sekitar 3-10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3-0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar antara 1-2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan (Winkjosastro, 2005).

Plasenta previa adalah kondisi saat plasenta terimplantasi di bawah kutub uterus. Implantasi ini dapat berupa:
e.    Total atau komplit : plasenta menutupi seluruh ostium uteri serviks.
f.    Parsial : hanya sebagian ostium uteri yang tertutupi.
g.    Marginal : ujung plasenta berada pada tepi ostium uteri.
h.    Letak-rendah : ujung plasenta berada sangat dekat dengan tepi ostium uteri. (Barbara, 2005)

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi lokalisasi implantasi :Fertilisasi cepat atau lambat, Variabilitas dalam implantasi berpotensi menyebabkan blastokista, Daya penerimaan dan kecukupan endometrium, Pada kehamilan kembar karena ukuran permukaan plasenta meningkat, Usia ibu lanjut (lebih dari 35 tahun) pada 33% kasus. Pada umumnya komplikasi pada plasenta previa merupakan perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok dan kematian. Oleh sebab itu pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien dengan plasenta previa.


DAFTAR PUSTAKA


Sbandiyah,Siti. (2009). Kehamilan, Persalinan, dan Gangguan Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika

Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika

Straight, Barbara R. (2005). Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Cunningham, Gant. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Depkes RI. (2007). Menkes Canangkan Stiker Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi. (http:/www.litbang.com)

Mitayani .(2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Stroke the Silent Killer